Risalah Keris dan Sejarah Mereka

Dedy Chandra S Foto Risalah Keris

Risalah keris ini bukan hanya menggambarkan sebuah ingatan jauh dari masa lalu yang jauh. Tapi berapa banyak puncak di sana yang benar-benar terlupakan bahkan terabaikan? Hingga UNESCO mencatatnya dalam daftar mahakarya warisan lisan dan non bendawi umat manusia. Selama berabad-abad, orang-orang terpesona oleh keris. Tidak hanya di Asia tapi juga di barat, senjata tersebut membangkitkan reaksi dan emosi yang kuat secara emosional.

Meskipun mereka adalah harta karun keluarga, sering terjadi bahwa seorang pria terpaksa menjual kerisnya. Ini bisa dilihat saat ini di toko barang antik atau di museum. Di Chile bagian tenggara Amerika Selatan, dua keris telah dipamerkan sejak tahun 1938 di Museum Pedro del Río Zañartu, yang juga dikenal sebagai Museum Hualpén, di wilayah Bío Bío. Dalam risalah keris ini, mereka digunakan untuk mengekstrak jiwa sebelumnya kemudian dibawa ke hadapan pendeta atau dukun. Dengan cara ini, dia tidak lagi membutuhkan persembahan.

Rembrant dan Risalah Keris

Dalam risalah keris ini menggambarkan masa sayuran hijau pertama bangsa Eropa saat mencari rempah-rempah yang diambil oleh Spanyol, Portugis dan Belanda pada akhir abad ke-16. Indikasi awal ini dapat ditemukan dalam maha karya lukis Rembrandt pada tahun 1624 yang berjudul Samson Betrayed by Delilah. Dalam lukisan tersebut terdapat ilustrasi sebuah keris Jawa dengan warangka sandang walikat. Bahkan sejumlah buku telah diterbitkan sebagai risalah keris dengan ilustrasi yang paling indah yang menjadi saksi sejarah panjang mereka yang gemilang.

Dan banyaknya bilah pusaka ini di Belanda tentu saja merupakan konsekuensi langsung dari kehadiran kolonial mereka di Indonesia selama berabad-abad pula. Tentu saja semua kisah itu sekarang akan kita baca sebagai risalah keris yang patut kita kenang. Karena selama itu Setelah pusaka ini dibawa pulang sebagai suvenir oleh kakek buyut atau paman mereka yang pernah singgah selama bertahun-tahun atau telah pensiun sebagai tentara Belanda untuk dijadikan sebuah “memori”.

Terlepas dari semakin banyaknya kolektor kolektor. Hanya sedikit orang tahu bahwa Keris Tertua Di Dunia dan sejumlah kecil senjata pusaka ini tersimpan secara permanen di beberapa museum antaranya:

  • Tropenmuseum di Amsterdam
  • Bronbeek di Arnhem
  • Rijksmuseum Volkenkunde Leiden

Namun risalah keris yang dalam bahasa Belanda disebut krissen, mereka masih banyak yang tersimpan juga di sudut loteng atau berkarat di gudang basah di Belanda. Mungkin tidak semua generasi pensiunan KNIL memahami benda pusaka Jawa ini. Jika memang barang antik maka pasti akan dipoles, dihargai dan “dipamerkan”. Dan tentu saja krissen bukan hanya sebuah sebutan di negara itu tapi di mana, bagaimana dan kapan belati luar biasa ini sebenarnya berasal?

Karena ini kita tahu kapan risalah keris berkembang dalam bahasa Belanda sebagai sebuah kata. Karena orang Portugis tiba lebih awal di Asia (sekitar tahun 1510) daripada orang Belanda. Adalah logis bahwa masa tinggal mereka di negri ini mempengaruhi bahasa melalui perdagangan dan pencampuran dengan penduduk setempat. Begitupun bahasa Melayu Portugis muncul (bahasa Malagu). Kata keris di teks berikutnya dalam bahasa itu berasal dari bahasa Melayu.

Risalah Keris Dari Asal Bahasanya

Ada banyak teori, meskipun tidak ada bukti. Selain itu, menurut banyak buku, cukup banyak yang harus dideskripsikan; yaitu teknik penempaan, pendekatan esoteris, berbagai bentuk, perkembangan dan karakteristik yang merinci risalah keris ini. Dalam mengidentifikasi keris kita dihadapkan dengan banyak ricikan seperti pesi, gonjo, gandik, wilahan dan masih banyak lagi. Mengherankan bahwa semua nama ini mengungkapkan gambaran masyarakat sebelumnya di tanah Jawa ini. Asal kata-katanya, jejak budaya rumah kuno dan agama. Jelas muncul gambaran kehidupan saat itu.

Risalah Keris

Dalam risalah keris ini cukup banyak asal usul kata-kata Melayu yang ditemukan dalam bahasa Sanskerta. Penelitian linguistik menunjukkan bahwa bahasa Sanskerta memiliki kesamaan dengan bahasa-bahasa Eropa Utara dan Selatan. Begitu ada bahasa yang sama yaitu Indo-Eropa. Dari situlah bahasa modern berkembang. Bahasa Indo-Eropa dipakai di dataran rendah di Laut Hitam dan Eropa Tenggara sekitar 800 SM.

Dan salah satu tolak ukur saya menulis risalah keris ini dari segi teori linguistik pada saat itu. Karena pergerakan penduduk yang besar berawal dari Eropa, Asia Tengah dan India. Lebih banyak orang bergerak dari China, Vietnam dan Laos mereka datang di kepulauan Indonesia. Imigran dari India membawa agama baru, seperti Buddhisme dan Hinduisme. Dari abad kedua SM sampai abad kedua belas, daerah yang didudukinya sangat dipengaruhi oleh dinasti India. Kerajaan Hindu dan Budha yang besar berkembang pada periode ini, meskipun juga hilang karena bangkitnya Islam.

Bahasa Sanskerta yang berakhir dengan bahasa Jawa yang pada akhirnya merupakan konsekuensi dari migrasi dialek Indo-Eropa yang hebat di masa lalu. Secara paralel risalah keris, dengan logika perkembangan pengetahuan yang luas di semua bidang seperti pertanian, kerajinan tangan, peperangan dan agama yang berbeda. Pengaruh timbal balik sama sekali tak terelakkan saat orang-orang berbaur dalam kehidupan.

Risalah keris atau Kêris, berasal dari bahasa Jawa kuno ‘ngiris’ yang berarti menusuk, membelah dan memotong. Kerisnya juga disebut Wangkingan. Ini menandakan metode kenakan di bagian belakang pinggang. Dalam teks Jawa kuno sekitar abad ke-12 disebutkan juga sebagai; curiga, tewek dan kadga. Mereka adalah deskripsi untuk bentuk pisau tertentu dan masing-masing bentuk fisiknya mempunyai ciri masing-masing. Seperti tombak, keris dan pedang.

Teori Lain Tentang Risalah Keris

Dalam bukunya History of Java (1817) Sir Thomas Stamford Raffles mengatakan; tidak kurang dari 30 jenis senjata yang dimiliki dan digunakan tentara Jawa. Dalam bukunya, tentara Jawa umumnya membawa tiga bilah keris sekaligus. Keris dipakai di pinggang kiri, dari mertua saat pernikahan (sanggul kancing). Keris di pinggang kanan pemberian orang tuanya sendiri. Selain berbagai ritus dan etika, risalah keris juga terdapat dalam buku Raffles. Sayangnya, pihak berwenang Inggris tidak menyebutkan apapun tentang sejarah dan asal-usul budaya keris.

Risalah keris juga ditemukan dalam beberapa prasasti kuno. Pelat perunggu yang ditemukan di Karangtengah, yang berasal dari tahun 748 Saka atau 842 M, menyebutkan beberapa jenis sesaji untuk meresmikan Poh sebagai daerah bebas pajak. Persembahan berupa ‘keris’, wangkiul, tewek punukan, wesi penghatap. Sementara wangkiul adalah sejenis tombak, tewek punukan adalah senjata bermata dua (dwisula).

Dalam gambar relief Candi Borobudur, Jawa Tengah, di sudut bawah tenggara, tercermin beberapa tentara yang membawa senjata mirip keris yang kita kenal sekarang. Di Prambanan juga ada relief raksasa membawa senjata penusuk serupa dengan belati. Di Candi Sewu, dekat Candi Prambanan, juga ada patung raksasa penjaga membawa sebilah keris.

Keris Relief Borobudur

Dikompilasi risalah keris oleh Prof. PA VAN DER Lith mengatakan, saat stupa utama Candi Borobudur, yang dibangun pada 875 M itu dibongkar juga ditemukan keris tua. Keris menyatu antara mata pisau dan gagangnya. Tapi bentuknya tidak membentuk keris mirip dengan yang digambarkan dalam relief candi. Keris temuan ini kini tersimpan di Museum Etnografi, Leiden, Belanda.

Dalam deskripsi temuan Dr. H. H. JUYNBOHL di Katalog Kerajaan (Belanda) Vol V, Tahun 1909. Di katalog dituliskan; dalam risalah keris tersebut diklasifikasikan sebagai ‘keris Majapahit’. Pada bagian hulu berbentuk patung dengan bilah di atu sisi pisau telah rusak. Keris tersebut terdapat angka 1834 itu adalah hadiah dari GJ HEYLIGERS, sekretaris Residen Kedu, pada Oktober 1845. Residen pada saat itu adalah Hartman. Berbentuk keris lurus panjang 28,3 cm, hulu 20,2 cm dan lebar 4,8 cm.

Tentang risalah keris ini keris yang dimiliki Barnet Kempres diduga ditempatkan oleh seseorang di masa jauh setelah Candi Borobudur selesai dibangun.

Ma Huan Dalam Yingyai Sheng-lan

Kisah sejarah risalah keris yang lain bisa dibaca dari catatan seorang pelancong China bernama Ma Huan. Dalam catatannya yang berjudul Yingyai Sheng-lan pada tahun 1416 M ia menuliskan pengalamannya saat berkunjung di Kerajaan Majapahit. Dalam catatanya ternyata juga membubuhkan sedikit tentang risalah keris dalam sejarah perjalanannya.

Saat Ma Huan tiba bersama rombongan Laksamana Cheng-ho atas perintah Kaisar Yen Tsung dari Dinasti Ming. Di Majapahit, dia melihat bahwa hampir semua pria di tanah Jawa ini mengenakan senjata sejak kecil, bahkan sejak umur tiga tahun. Dalam risalah keris ini disebut oleh Ma Huan adalah semacam belati lurus. Menurut Ma Huan:

“Belati ini memiliki garis yang sangat tipis dan terbuat dari baja yang sangat bagus; Pegangannya terbuat dari emas, cula badak, atau gading, diukir menjadi bentuk wajah manusia atau dewa yang dibuat dengan sangat rinci dan hati-hati.”

Bagaimanapun, risalah keris ini membuktikan bahwa pada saat itu telah diketahui teknik pembuatan senjata penusuk dengan gambar dekoratif bergengsi dengan garis-garis yang sangat tipis dan pamor keputihan. Senjata ini dibuat dengan baja kualitas prima. Gambaran yang muncul tentang bagaimana membuat keris bisa disaksikan di Sukuh, di lereng Gunung Lawu, di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di bulan sengkala Memet di dinding candi, baca figur tahun 1316 Saka atau 1439 Masehi.

Namun dalam catatan Ma Huan ia menggunakan kata pu-la’tao untuk mengistilahkan keris. Meskipun ada beberapa pendapat, dalam kitab Negarakertagama juga ada kata yang berbeda digunakan untuk senjata yang mungkin juga keris. Bisa saja ini berbeda dengan Dhuwung, Curiga atau Wangkingan yang saya maksud dalam risalah keris ini. Karena Negarakertagama ditulis pada tahun 1360 dan tidak jauh dari catatan Ma Huan di awal 1400-an. Mungkin Ma Huan menggunakan nama yang berbeda untuk tingkat keris yang berbeda. Keris biasa adalah pu-la’tao dan keris bangsawan atau pendeta dipanggil dengan nama yang berbeda – jika yang mereka bawa memang benar-benar keris.

Makna Filosofi Keris

Aspek penting dari risalah keris adalah spiritual. Dasar untuk ini terletak pada pembuatnya; pandai besi yang disebut Empu. Sejak awal Zaman Besi, pandai besi telah memainkan peran luar biasa dalam semua budaya. Ia sering dipandang sebagai pendeta bijak yang dipercaya sangat dekat dengan ilahi. Empu akan memberi kekuatan magis pada keris melalui bertapa dan doa. Dia, dituntun oleh ilham ‘ilahi’ dan membawa makna simbolis dengan segala macam rincian.

Simbol dasar filosifi dalam risalah keris ini adalah kesatuan laki-laki dan perempuan; pesi dan ganja, dari mana ciptaan berasal. Pesi (untuk menancapkan gagangnya) juga merupakan simbol phallic (Lingam) atau maskulinitas. Dan di bagian pangkal bilah yang longgar terdapat ganja; yang merupakan simbol feminim atau bagian perempuan Yoni. Ganja juga merupakan bahasa Sanskerta yang telah digunakan berabad-abad yang lalu di India untuk meningkatkan kenikmatan hubungan badan. Semua nama rincian lebih lanjut di keris memberikan gambaran umum tentang manusia dan lingkungannya.

Meski risalah keris ini merupakan rujukan identitas Indonesia, penggunaannya sebagai simbol nasional telah dihindari. Bagaimanapun juga keris merupakan senjata tajam yang terkait dengan kekerasan, kematian dan pertumpahan darah. Budaya Jawa mempromosikan harmoni, menolak konfrontasi langsung dan saat kita berdandan dengan keris di selempang maupun menempatkannya di punggung. Ini untuk melambangkan bahwa kekerasan sebagai upaya terakhir.

Dalam multifungsinya, keris juga mewakili nilai estetika penyempurnaan, kecantikan, teknik; sebagai piandel yang melindungi keluarga dan masyarakat secara individu dan merupakan objek kebanggaan bagi pemilik serta harta keluarga yang berharga dari isoteri dan jiwanya yang harus diberi perawatan dengan pengabdian tekun. Saya berharap risalah keris ini bisa membuat kita semakin mencintai budaya Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.