Ringkasan Isi Serat Centhini

Sejarah Serat Centhini

Sebelum tahu ringkasan isi Serat Centhini, ada baiknya kita ketahui apa, mengapa dan bagaimana kitab ini dibuat. Karya sastra ini juga disebut Suluk Tambangraras, atau Suluk Tambangrarasamongraga. Sastra ini sebagai salah satu karya sastra paling terkenal dalam kesusastraan Jawa baru. Isinya mencakup berbagai macam pengetahuan dan kebudayaan Jawa agar tidak punah dan tetep lestari.

Isi Serat Centhini ditulis berupa tembang (lagu) dan penulisanya dikelompokan menurut jenis lagunya. Putri Tambangraras yang menjadi tokoh dalam karya ini adalah pasangan dari tokoh utama yang bernama amongraga. Centhini adalah abdi Tambangraras yang di sini digambarkan sebagai gadis yang masih kecil. Tujuan kitab ini ditulis untuk mengumpulkan induk pengenalan Jawa atau induk pengetahuan Jawa. Adapun isi Serat Centhini adalah berbagai macam pengetahuan tentang ilmu dan kebudayaan Jawa agar tetap lestari. Bentuk sastra dalam kitab ini berupa tembang yang ditulis menurut jenis lagunya. Sastra ini ditulis menggunakan bahasa Jawa yang dibagi menjadi 12 jilid. Di dalamnya memuat tentang kehidupan dan kebudayaan Jawa pada dasawarsa awal abad 19.

Adapun isi Serat Centhini berupa cerita sebuah perjalanan tokoh dalam karya ini ke seluruh pelosok tanah Jawa. Di dalamnya terdapat ilmu tentang agama, bermacam-macam ilmu kebatinan, kekebalan, keris, arsitektur, pertanian, kasenian, kesusastraan, karawitan dan tari. Bahkan juga terdapat primbon, ramuan jampi-jampi, bermacam-macam masakan dan juga adat-istiadat. Lebih dalam lagi di situ juga terdapat ilmu tentang firasat, watak manusia dan cerita yang ada sangkut pautnya dengan karya sastra kuno. Jika menurut genre karya sastra ini termasuk satu genre dengan cerita Santri Lelana.

Kapan Serat Centhini dibuat?

Ringkasan Isi Serat Centhini

Menurut keterangan RMA Sumahatmaka; yang merupakan salah satu kerabat Pura Mangkunagaran, karya sastra ini digubah atas perintah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom, Surakarta. Yaitu salah satu putra Kanjeng Susuhunan Pakubuwana IV yang kemudian menjadi Sunan Pakubuwana V. Sangkala dari karya sastra yang juga disebut Suluk Tambangraras ini berbunyi “Paksa Suci Sabda Ji” yang berarti tahun 1742 tahun Jawa atau tahun 1814 Masehi. Ini berarti masih berada pada masa tahta Sunan Pakubuwana IV atau enam tahun sebelum panobatan Sunan Pakubuwana V.

Menurut catatan, tahta raja Pakubuwana IV pada tahun 1741 Jawa. Sedangkan Pakubuwana V baru menduduki singgasana padha tahun 1748 tahun Jawa. Yang jadi sumber dari isi Serat Centhini adalah Kitab Jatiswara dengan sangkala: “Jati Tunggal Swara Raja” yang menunjukkan angka 1711 tahun Jawa. Ini artinya masih pada zaman Sunan Pakubuwana III. Tidak diketahui siapa yang mengarang Kitab Jatiswara. Maka akan terlihat tidak jelas dan meragukan jika pengarangnya adalah RNG Yasadipura I. Karena ada banyak perbedaan dengan Kitab Rama atau Cemporet.

Tujuan Serat Centhini Ditulis

Tujuan Sunan Pakubuwana V, gubahan Suluk Tambangraras atau Serat Centhini ini digunakan untuk mengumpulkan segala pengetahuan lahir dan batin masarakat Jawa pada saat itu. Termasuk dalam kayakinan dan penghayatan tentang agama. Karya ini dipelopori langsung oleh Pangeran Adipati Anom yang dibantu oleh tiga Pujangga Pura.

Sebelum dikerjakan penggubahan Serat Centhini oleh ketiga Pujangga Pura tersebut mendapat tugas-tugas penting untuk mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat kitab tadi. Ranggasutrasna bertugas menjelajahi Jawa Timur. Yasadipura II bertugas menjelajahi Jawa Barat. Sedangkan Sastradipura bertugas naik Haji dan menyempurnakan Ilmu agama Islam. Kemudian pada saat Ranggasutrasna yang menjelajahi Jawa Timur lebih dulu pulang. Baru kemudian segera diutus memulai mengarang bagian pambuka. Ditulis di situ tentang kehendak sang putra mahkota dengan sengkalan: “Paksa Suci Sabda Ji”.

Setelah Ranggasutrasna menyelesaikan Serat Centhini jilid satu, kemudian Yasadipura II pulang dari Jawa Barat. Diikuti Sastradipura yang sudah bergelar Kyai Haji Muhammad Ilhar juga pulang dari Mekah. Dari situ maka jilid dua sampai empat ditulis bersamaan oleh ketiga Pujangga Pura tadi. Jadi setiap masalah yang bersinggungan dengan wilayah barat hingga timur Jawa atau agama Islam ditulis oleh ahlinya sendiri-sendiri.

Pangeran Adipati Anom lalu menulis sendiri jilid lima sampai sepuluh isi Serat Centhini. Mungkin Pangeran Adipati Anom kecewa karena pengetahuan tentang hubungan badan kurang jelas penyampaiannya. Sehingga pengetahuan tentang tadi dianggap tidak sampurna. Setelah dianggap cukup, Pangeran Adipati Anom menyerahakan lagi penulisan dua jilid terakir jilid sebelas dan duabelas pada ketiga Pujangga Pura lagi. Dan akirnya kitab Suluk Tambangraras atau Centhini tadi selesai dan jumlah seluruhnya menjadi 725 lagu.

Apa Isi Serat Centhini?

Isi Serat Chenthini

Serat Centhini disusun berdasarkan cerita perjalanan putra putri Sunan Giri setelah dikalahakan oleh Pangeran Pekik dari Surabaya. Mereka adalah para saudara ipar Sultan Agung dari kerajaan Mataram. Cerita ini diawali setelah ketiga putra Sunan Giri berpencar meninggalkan tanah asal mereka untuk mengembara. Ini dikarenakan kekuasan giri telah dihancurkan oleh Mataram. Putra putri Sunan Giri tadi adalah Jayengresmi, Jayengraga atau Jayengsari dan salah satu putri Ken Rancangkapti.

Jayengresmi ditolong oleh dua santri yang bernama Gathak dan Gathuk. Di Serat Centhini sesi ini diceritakan mereka melakukan perjalanan spiritual ke seputar kerajaan Majapahit, Blitar, Gamprang, Hutan Lodaya, Tuban, Bojonegoro, Hutan Bagor, Gambirlaya, Gunung Padham, Desa Dhandher, Kasanga, Sela, Gubug, Pekalongan, Demak, Tanah Pasundan, Bogor hingga Bekas Kerajaan Pajajaran. Bahkan mereka juga melakukan pendakian di beberapa gunung antara lain Gunung Merapi, Gunung Prawata, Gunung Muria, Gunung Panagaran, Gunung Mandhalawangi, Gunung Salak dan sebagainya.

Pada isi Serat Centhini tertulis perjalanan Jayengresmi mengalami pendewasaan spiritual. Dia bertemu dengan beberapa guru tokoh-tokoh gaib dalam mitos Jawa kuno dan beberapa juru kunci makam-makam kramat di tanah Jawa. Pertemuannya dengan tokoh-tokoh itu dia belajar tentang berbagai macam pengetahuan tentang khazanah kebudayaan Jawa, mulai dari; candi, makna suara burung gagak dan prenjak, khasiat burung pelatuk dan petunjuk pembuatan kain lurik pilihan. Yang menarik dari isi Serat Centhini adalah ilmu tentang seksualitas, perhitungan tanggal dan kisah Syekh Siti Jenar.

Pangalaman dan pencapaian ilmu pengetahuannya membuat dia terkenal dengan sebutan Syekh Amongraga. Dalam isi Serat Centhini, petualangan tadi Syekh Amongraga bertemu dengan Ni Ken Tambangraras yang kemudian menjadi istrinya. Mereka diikuti oleh pembantunya bernama ni Centhini yang juga ikut mendengarkan wejangan-wejangan Jayengsari dan Ken Rancangkapti. Diceritakan bahwa mereka juga diiringi oleh santri yang bernama Buras Lelana menuju Sidacerma, Ranu Grati di Pasuruan. Bahkan sampai Banyubiru di Kaki Gunung Tengger, Malang, Baung, Singhasari, Sanggariti, Tumpang Kidhal, Pasrepan, Tasari, Gunung Brama, Ngadisari, Klakah, Kandhangan, Argopuro dan Gunung Raung, Banyuwangi. Kemudian di wilayah barat mereka ke Pekalongan, Tangkuban Perahu dan Dieng. Bahkan sampai Sokayasa di Kaki Gunung Bisma, Banyumas.

Akhir dari Kisah Serat Centhini

Pada ringkasan isi Serat Centhini, petualangan mereka tadi terdapat pengetahuan tentang; adat-istiadat tanah Jawa, sariat para nabi, kisah Sri Sadana, pengetahuan wudhu shalat, pengetahuan Dzat Allah sifat dan asmanya. Terdapat juga sifat dua puluh Hadist Markum, perhitungan selamatan orang meninggal bahkan tentang watak Pandawa dan Kurawa. Setelah bertahun-tahun pengembaraan mereka; pada akhirnya ketiga katurunan Sunan Giri tadi bisa bertemu lagi dan berkumpul bersamaan para keluarga dan para pengikutnya. Meskipun hal itu tidak berlangsung lama. Karena Syekh Amongraga atau Jayengresmi lalu menerusakan perjalanan spiritual ke tingkat yang lebih tinggi lagi dan meninggal.

Sunan Pakubuwana VII menjadi raja tahun 1757 hingga 1786. Beliau memberikan hadiah Suluk Tambanglaras pada pemerintah Belanda. Tapi yang diberikan hanya potongan diambil dari jilid 59, dengan menambahkan kata pengantar yang baru. Kata pengantar baru ini dibuat oleh RNG Ranggawarsita III. Adapun sangkalan kitab tadi: “Tata Resi Amulang Jalma” yang artinya 1775. Kitab tersebut terdiri dari 8 jilid yang diberi judul Serat Centhini yang terdiri dari 280 lagu. Penerbit Balai Pustaka pada tahun 1931 pernah menerbitkan ringkasan Serat Centhini yang ditulis oleh RMA Sumahatmaka. Ringkasan ini diambil dari naskah Reksapustaka Pura Mangkunagaran. Ringkasan tadi sudah di alih sastrakan dan diterjemahkan menjadi sebuah cerita agar mudah dipahami dipahami masarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.