Pada post kali ini saya akan mencoba menyelami mimpi seorang teman dari Jembrana, Ida Bagus Punia Atmaja. Tulisan ini berawal dari kunjungan saya ke rumah Punia beberapa waktu lalu. Saya berangkat bersama seorang saudara yang kebetulan juga tinggal di Bali Barat. Kehidupan di sana yang tentu saja khas dengan keramahan budayanya menghantar kami hingga sampai di rumahnya. Meski kami tak berbekal alamat.
Maaf tidak ada detail tentang bentuk keramah tamahan, tapi tentu saja tak terlupakan. Karena topik kali ini adalah menguliti dan menyelami mimpi, ya mimpi Punia Atmaja dengan satelit purbanya. Sebab mimpi seorang seniman sering menandakan kreativitas dan intuisi Anda sendiri. Sering kali itu adalah Wahyu bahwa ada beberapa sisi kreatif dalam hidup Anda yang diabaikan, belum berkembang atau diabaikan.
Dari intuisi muncul kegelisahan yang menuntut semua harus berbaur. Berbaur dan bercocok tanam adalah konsep yang lazim, mungkin itulah yang membuat tulisan ini dibuat. Bahkan sempat saya tidak bisa menuliskannya untuk sementara waktu.
Proses kreatif Punia Atmaja saya lihat dalam setiap karyanya terlahir dari mimpi-mimpi yang ia alami. Itu sangat luar biasa, saya sempat heran oleh kenyataan itu. Bahwa dia benar-benar dapat mengatasi setiap warna, refleksi, lengkungan, kelembutan, sisi mentah dalam semua yang saya lihat. Tetapi saya semakin dekat untuk mengetahui gaya yang lebih percaya dirinya untuk terus berkarya.
Menyelami Mimpi Pada Karya Punia Atmaja
Ketika pertama memasuki ruang penyimpanan karya Punia Atmaja. Terlihat dalam pola obsesinya di ruang itu terdapat kesenjangan berbasis media cukup sederhana. Karya-karya di sana terutama lukisan pada kanvas atau panel dan patung abstrak. Karya seninya berkolaborasi satu sama lain dengan cara yang tak terduga namun tetap berhasil menunjukkan pembelajaran aktif. Sama seperti dinamika seni yang ia alami sendiri; adalah produk kolaborasi untuk menjadikan benda dengan bahan tradisional dan non-tradisional menjadi pengalaman seni.
Lukisan-lukisan Punia Atmaja meledak dengan warna dan bentuk mitologi yang tersebar dalam pola-pola rumit. Ini hampir nampak terinspirasi oleh alam bawah sadarnya. Dimasukkannya mix media secara tak teratur menambah catatan (pun intended) menjadi stabilitas liar di tengah-tengah, pola warna fraktal yang menarik mata untuk terus bertanya.
Karena seniman yang sempurna melakukan satu hal berulang-ulang dengan sangat baik dengan sedikit variasi. Seni adalah tempat terakhir di mana alkimia dan sihir benar-benar diperlukan. Tentu kita akan selalu membutuhkan pesulap yang bisa melakukan semuanya! Jadi Punia Atmaja memanfaatkan semua jenis bahan dalam pencarian yang tulus untuk membuat benda-benda ajaib yang keras atau lunak. Semua karya Punia merupakan manifestasi pengalamannya tersendiri.
Terlepas dari semua konsep pribadi Punia Atmaja, meskipun mungkin berhubungan; Seniman tidak hanya menderita karena mereka adalah penerima dari beberapa beban mitos yang memberi dan akan mengambil.
Semakin jauh menyelami mimpi teman satu ini, saya coba kutip dari sebuah situs seni; Punia Atmaja pernah mengangkat tema “Mitologi Dan Teknologi”. Menurutnya, Mitologi dan Teknologi merupakan puncak pencapaian dari kearifan. Kearifan purba yang kemudian disebut “mitologi” dan kearifan kekinian yang disebut “teknologi”. Pertemuan teknologi dan mitologi melahirkan kesadaran insaniah untuk menyadari diri sebagai manusia yang punya kelemahan dan kelebihan.
Perbenturan sekaligus harmonisasai nilai-nilai Mitologi dan Teknologi, yang melahirkan persenyawaan baru; berupa peradaban yang terbarukan, yang tercerabut dari akar kultur dan belenggu mitologi, pun teknologi.
Menyelami Mimpi Lebih Dalam
Punia Atmaja lahir di Jembrana, sebuah daerah di Bali barat. Ia menamatkan pendidikan seni rupa di ISI Yogjakarta. Selepas tamat, ia kembali ke Jembrana dan kemudian mendirikan POOT (Perkumpulan Orang-Orang Takberguna) untuk mengenalkan kreatifitas di daerah Jembrana dan mengangkat spirit daerah itu sendiri.
Bukan untuk mengatakan sesuatu dengan begitu jelas, tetapi keragaman minat Punia Atmaja yang berhasil mengelola bahan-bahannya. Ketertarikannya pada seni berkembang secara holistik dari keajaiban alam di sana.
Menyelami mimpi itu lagi, saya menyadari sekitar tiga perempat jalan melalui peristiwa, di mana atau bagaimana seni yang baik terjadi. Mungkin istilah ini tepat untuk meringkas bagaimana Jembrana sebagai daerah yang terpinggirkan di Bali. Terdapat sosok Punia Atmaja yang akan menepis isue masa lalu, bahwa “Seni Lukis Bali Barat Tidak Ada!”. Karena dalam retrospeksi, seniman saat ini relatif tidak terbebani oleh aturan dan peraturan di masa lalu; sehubungan dengan bagaimana sebuah lukisan harus terlihat dan berapa lama itu harus bertahan.
Seniman saat ini dapat terlibat dengan multi-media atau ekspresi konseptual. Banyak tempat kreatif yang bahkan tidak memiliki kategori. Dan sebagai seniman bisa meneliti batas kreativitas baru, dimana kriteria penilaian menjadi lebih spesifik. Dalam banyak kasus, berlaku untuk hanya satu karya seni yang unik. Tentu saja, fenomena menarik ini menjadi pengetahuan baru bagi kita dalam memahami kancah seni rupa Bali. Dan apakah Punia Atmaja bisa menjadi faktor penyumbang bagaimana sebuah konsep seni disebut ‘beda’ pada masanya?
Ini penting bagi siapapun yang memilih karier seni untuk memiliki arah menuju perkembangan mereka. Dan untuk menjaga agar perkembangan itu tetap hidup. Karena karya kreatif memiliki kehidupannya sendiri yang tumbuh dan dipupuk oleh komunikasi dengan penciptanya. Setiap karya yang berurutan menyebabkan penyesuaian arah: wahyu dan inspirasi yang mengubah jalur kreatif. Semoga saja itu semua adalah berkah baginya untuk keseimbangan dalam menjalankan seni dan seni hidup.
Semoga pula Menyelami Mimpi Punia Atmaja bukanlah judul yang lebay.